Selasa, 27 Maret 2012

fauna 5;Sentarum, Danau Terunik dengan Jenis Ikan Terkaya

Putussibau – Kalau saja pemerintah pusat, Provinsi Kalbar, dan Kabupaten Kapuas Hulu jeli, Uncak Kapuas bisa dikelola sebagai kabupaten konservasi. Aset utamanya adalah Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) dan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK). “Potensi perikanan dan lebah madu liar sangat potensial sebagai sumber ekonomi masyarakat setempat dan danau paling unik di dunia sebagai aset pariwisata,” ungkap Ir Gunung Wallestein Sinaga, Kepala Kantor TNDS melalui Kasubag TU Ir Budi Suryansah di kantornya di Sintang, kepada Equator Senin (19/3). Sayang memang, danau di Kapuas Hulu tetapi kantor pengelolanya di Sintang, belum ditangani secara profesional. Padahal, danau seluas 132.000 hektare ini adalah bank alam penyimpan kekayaan ekonomi masyarakat setempat. “Hasil panen berbagai jenis ikan berasal dari danau ini berkisar antara Rp10-13 miliar per tahun, baik ikan segar maupun olahan ikan asin. Arwana super red (Schleropagus formosus) yang terkenal di dunia dan sangat mahal itu berpijah di Danau Sentarum,” kata Budi. Sekitar 70 persen ikan asin dan ikan salai yang dipasarkan se-Kalbar dihasilkan dari kawasan Sentarum. Belum lagi jenis ikan hias seperti ikan ulanguli (Botia macracantha) dan ringau (Colus microlepis), serta puluhan jenis yang belum diketahui akan jadi sorotan dunia. Madu alam dari lebah liar juga telah menyatukan masyarakat dari beberapa suku membentuk organisasi bernama Asosiasi Periau Danau Sentarum. Asosiasi ini menghasilkan madu bersertifikat organik dari Bio Cert. Produksi madu sekitar 15-20 ton per tahun dengan nilai ekonomi mencapai Rp1,1 miliar. Panen madu biasanya pada bulan September hingga Februari setiap tahun, bahkan bisa panen dua kali. “Madu ini merupakan satu-satunya madu hutan di Indonesia yang telah terdaftar di lembaga sertifikasi Asosiasi Organik Indonesia sebagai madu organik,” jelas Budi kepada Suhardin dari Equator. Kawasan terpadu Di kawasan TNDS berdiri tegak Bukit Tekenang. Kawasan ini dijadikan sentra terpadu pengembangan ikan, bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kapuas Hulu. Sedikitnya 14 kelompok nelayan dari 10 desa telah melakukan budi daya terpadu. “Kawasan ini kita jadikan sentra bagi para pengunjung. Mereka bisa membawa pulang oleh-oleh dari sini. Banyak jenis ikan disediakan, termasuk ikan segar, ikan asin, maupun ikan salai,” kata Budi. TNDS berlokasi sekitar 700 km dari muara Sungai Kapuas. Secara geografi berada di antara 00º45´-01º02´ LU dan 111º55´-112º26´ BT atau sekitar 100 km di utara garis Equator. Uniknya, di musim penghujan kawasan seputar danau akan tergenang membentuk danau-danau akibat aliran air yang berasal dari bukit-bukit di sekitarnya. Ada sekitar 88 pulau dan 80 danau yang menyusun menjadi satu kesatuan kawasan Taman Nasional Danau Sentarum. Fenomena alam sangat memengaruhi kawasan dalam berbagai hal baik ekosistem maupun bentuk karakteristik kehidupan flora dan fauna serta masyarakat setempat. Suksesi alam flora dan pola kehidupan satwa serta manusia menjadi unik setiap tahunnya pada daerah ini. Hasil penelitian tahun 1992 sampai 1996 antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dengan ODA (UK-ITMFP Project 5) yang dilaksanakan oleh Wetland International Indonesia Programme, terdapat beberapa ekosistem Danau Sentarum. Antara lain: Hutan Rampak Gelagah (Hutan Rawa Kerdil) dengan tumbuhan setinggi 5-8 meter dan tergenang air selama 8-11 bulan dalam setahun. Hutan Gelagah (Hutan Rawa Terhalang) dengan tumbuhan kerdil setinggi 10-15 meter. Setiap tahun tumbuhan ini terendam setinggi 3-4 meter selama 4-7 bulan, sehingga hanya terlihat tajuknya saja dan sangat indah. Hutan Pepah (Hutan Rawa Tegakan) dengan tumbuhan yang agak tinggi, yaitu dapat mencapai 25-35 meter. Pada saat banjir paling tinggi hutan ini tergenang antara 1-3 meter selama 2-4 bulan. Hutan Tepian (Hutan Riparian) adalah hutan di tepian sungai besar. Hutan ini terkadang tergenang selama enam bulan dalam setahunnya. Hutan Rawa Gambut terdapat pada daerah yang agak tinggi. Hutan ini mungkin tergenang selama 1-4 bulan setahun dengan tinggi genangan kurang dari 1,5 meter. Hutan Dataran Rendah Perbukitan, tipe hutan ini didominasi oleh jenis dari family Dipterocarpaceae perbukitan rendah. Hutan Kerangas, dengan tumbuhan yang agak kerdil dengan tinggi sekitar 20-26 meter, diameter batang kecil (kurus) menyerupai pohon pada tingkat tiang. Kekayaan flora berjumlah 675 jenis yang tergolong dalam 97 familia serta 154 jenis anggrek alam. Fauna yang ditemukan meliputi jenis mamalia (147 jenis), reptilia (31 jenis), aves/burung (311 jenis), amphibi (22 jenis), dan piscer/ikan (266 jenis). Bahkan salah satu jenis reptilia yang sudah dinyatakan punah (Crocodillus raninus) pernah ditemukan kembali di sini. Aset pariwisata Selain bank alam melimpah di danau, Kabupaten Kapuas Hulu yang layak berstatus sebagai kabupaten konservasi memiliki dua taman nasional, yaitu Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK). Darmawan SSos MSi, Kabid Pariwisata pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kapuas Hulu, yakin danau dan hutan akan memancing uang dari sektor pariwisata jika dimodali dengan anggaran yang memadai, menyiapkan tenaga ahli, promosi internasional, dan menjaga lingkungan. “Kapuas Hulu punya dua taman nasional. Sangat tepat untuk mengembangkan ecotourism (pariwisata berwawasan lingkungan). Apalagi TNDS merupakan salah satu dari 29 determinasi Indonesia bersama dengan Pulau Komodo,” jelas Darmawan. Menurut dia, Disbudpar Kapuas Hulu akan memberikan perhatian khusus pada TNDS dan juga TNBK. “Kita berkonsentrasi penuh untuk pariwisata yang ada di taman nasional,” katanya. Tanda keseriusan salah satunya melaksanakan pelatihan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Pelatihan ini dalam rangka menciptakan tour guide (pemandu wisata) yang diharapkan mampu menaikkan pamor dan potensi wisata Uncak Kapuas secara nasional dan mancanegara. Memang, pelatihan ini baru pertama kali di Kalbar. Pelatihan SKKNI berlangsung di Stasiun Riset Danau Sentarum Bukit Tekenang, Kecamatan Batang Lupar. Dilaksanakan 15-21 Januari 2012 lalu yang diikuti 28 peserta. Bahkan Disbudpar Kabupaten Kapuas Hulu mendatangkan fasilitator ahli di bidang pariwisata dari Jakarta dan Bandung. Kendati kekayaan alam dan potensi wisata sangat luar biasa, TNDS dan TNBK akan menjadi kawasan hutan untuk dicuri kayu-kayunya jika tidak dikelola secara profesional. Begitu juga dengan penelitian, banyak sekali lembaga penelitian internasional termasuk universitas terkemuka Eropa dan Amerika yang sangat berminat riset di TNDS. Semestinya semua peneliti harus dan wajib menyerahkan hasil risetnya kepada Indonesia. Kondisi ini juga harus diwaspadai. Lima atau 10 tahun kemudian, mereka lebih memahami flora, fauna, sosial budaya masyarakatnya, serta dokumentasi lengkap, ketimbang Indonesia sendiri. (din/aRm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar